gravatar

Korupsi di BEA CUKAI

Korupsi di Bea Cukai. Miris melihat praktek korupsi saat ini yang merajalela di negeri ini. Berikut ulasan dari royalcharter tentang Korupsi di Bea Cukai. Praktek KORUPSI di negeri ini begitu merajalela merambah berbagai instansi dan institusi dengan modus yang semakin canggih. Fakta paling mutakhir ialah dugaan penerimaan suap yang dilakukan oleh Heru Sulastyono 46 tahun Kasubdit Ekspor Impor Bea Cukai tipe A Tanjung Priok Jakarta Utara.

Heru ditangkap polisi di rumah nya di Kompleks Renata Alam Sutera Serpong Tangerang Banten, Senin 28 Oktober. Bersama Heru ditangkap pula Yusran 47 tahun pengusaha ekspor impor. Heru di duga menerima suap atas jasanya memberikan konsultasi bagi penghindar pajak perusahaan Yusran.

Sogok ini disamarkan melalui pembelian polis asuransi sebesar Rp. 11,4 Milyar. Di dalam rekening Heru ditemukan transaksi mencurigakan hingga Rp. 60 Milyar. Penangkapan Heru itu dilakukan polisi berkat penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Penangkapan dan pengungkapan kasus suap di Bea Cukai yang bermula dari laporan PPATK sesungguh nya tidak mengejutkan. Publik memang sudah lama mempersepsikan institusi yang berada dibawah Kementrian Keuangan itu sebagai salah satu wilayah yang terkorupsi.

Yang justru mengejutkan ialah lambannya penanganan dan penindakan terhadap para pegawai dan pejabat di institusi itu yang di duga dan dicurigai kerap melakukan praktek busuk tersebut. PPATK sejak 5 tahun lalu mengungkapkan ada ribuan pegawai negeri sipil (PNS) di Kementrian Keuangan termasuk di Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai yang memiliki rekening mencurigakan dengan transaksi milyaran rupiah.

Padahal usia mereka relatif muda dengan gaji dan penerimaan bersih tidak lebih dari Rp. 15 juta hingga Rp. 20 jt per bulan. PPATK pun sudah lama menyerahkan data mencurigakan tersebut kepada penegak hukum, namun hasil pengusutan dan pengungkapan serta penindakan atas hal itu tidak sebanyak yang diharapkan.

Beberapa kasus suap dan korupsi yang melibatkan pegawai atau pejabat Dirjen Bea Cukai dan Dirjen Pajak memang terungkap, tetapi jumlah nya relatif kecil ketimbang nasibnya data mencurigakan yang diberikan PPATK. Semestinya para penegak hukum bergerak lebih agresif, lebih sigap dan lebih cepat dalam mengusut dan menindak pegawai Bea Cukai yang nakal.

Dirjen Bea Cukai secara internal juga harus bersikap lebih koperatif dalam membantu membersihkan lembaga itu dari praktek kotor korupsi. Kebijakan remunerasi di lingkungan KEMENKEU yang membuat para pegawai lebih sejahtera secara finansial memang belum bisa dikatakan gagal dalam mengurangi motif korupsi para pegawai. 

Namun kita juga belum melihat kebijakan itu mencapai efektifitas yang diharapkan KEMENKEUDIRJEN PAJAK dan DIRJEN BEA CUKAI tidak boleh taking for get it bahwa remunerasi merupakan resep mujarab mencegah korupsi. Pemilik kekuasaan di institusi itu harus pro aktif membantu penegak hukum membersihkan lembaga mereka dari pegawai rakus bermental maling.

ARTIKEL TERKAIT:

Silahkan berikan komentar atau kritik serta saran yang membangun untuk kemajuan isi konten blog ini, Terima kasih No Sara, No Racism